Selasa, 18 Januari 2011

Kembalinya Mutiara Yang Hilang




Inilah kisah seorang Ulama yang bernama Qadhi Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz rahimahullah yang hampir mati dikarenakan mencari ilmu dan mencari hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, semoga pemuda islam pada hari ini, bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.

Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata dalam kitab Dzailu Thabaqatil Hanabilah, (I/196), tentang biografi Qadhi Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari wafat pada tahun 535 H di Baghdad.

Mari kita mulai kisahnya sebagai :



Syaikh Shalih Abdul Qasim Al-Khazzaz Al-Baghdadi rahimahullah menuturkan : “Aku mendengar Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari bercerita :

“Aku pernah tinggal di Mekkah –semoga Allah menjaga kota Mekkah-. Pada suatu hari, aku ditimpa kelaparan yang sangat. Aku tidak memiliki apapun untuk melawan rasa lapar. Aku menemukan sebuah kantong sutra yang terikat dengan tali dari kain sutra pula. Aku mengambilnya dan membawanya pulang ke rumah. Aku membuka nya dan ternyata isinya adalah sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat sebelumnya.”

[Syaikh Abu Bakar melanjutkan kisahnya] “Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia (seorang laki-laki tua) membawa kantong berisi uang 500 dinar. Ia berkata : “Ini adalah hadia bagi siapa saja yang mengembalikan kantong ku yang berisi mutiara.” Aku (Abu Bakar Muhammad) berkata didalam hatinya : “Aku sedang butuh (makanan) dan (sangat) lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkan nya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepada nya.”

Aku berkata kepada nya : “Ikutlah bersama ku” Aku membawanya kerumahku. Ia menyampaikan kepada ku ciri – ciri kantong itu, tali pengikatnya dan mutiara yang berada didalamnya. Maka, aku mengeluarkan kantong (berisi mutiara itu) dan mengembalikan kepadanya. Ia menyerahkan 500 dinar kepada ku, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku berkata : “Aku harus mengembalikan nya kepada mu, dan tidak akan mengambil upah” Ia (orang tua laki-laki itu) berkata kepada ku : “Kamu harus menerima nya” Ia terus mendesakku, tetapi aku tetap menolak (dinar) nya. Maka ia pun meninggalkan ku dan pergi.

Selanjutnya, aku pergi meninggalkan kota Mekkah. Aku (berlayar) mengarungi lautan. Tiba-tiba, perahu kami pecah, dan para penumpang nya tenggelam. Harta mereka musnah. Aku selamat dengan berpegang pada pecahan kayu perahu tersebut. Aku terombang ambing dilautan selama beberapa waktu, tanpa tahu kemana air akan membawa ku.

Aku terdampar disebuah pulau yang ada penduduknya. Aku singgah disebuah masjid. Orang-orang mendengarku membaca al-Quran. Semua orang yang tinggal dipulau tersebut mendatangiku dan berkata : “Ajarilah aku membaca al-Quran” Maka, aku pun mendapatkan banyak harta dari mereka.

Dimasjid itu aku melihat beberapa lembar kertas mushaf (al-Quran). Aku pun mengambil dan membacanya. Orang – orang bertanya kepada ku, “Anda bisa menulis..?” “Iya (bisa)” jawabku. Mereka berkata : “Ajari kami menulis..?” Maka mereka datang membawa anak – anak mereka, baik yang masih kecil maupun para pemudanya. Akupun mengajari mereka dan aku mendapatkan harta yang berlimpah.

Setelah itu, mereka berkata kepada ku : “Disini ada seorang anak perempuan yatim. Ia memiliki banyak harta dan kami ingin Anda menikahinya.” Aku menolaknya, namun mereka berkata : “Ini harus” Merek terus memaksaku, dan akhirnya aku pun mengiyakan nya.

Ketika mereka membawa nya (yakni perempuan yatim itu) kepada ku, mata ku terbelalak melihatnya. Aku melihat sebuah kalung yang tergantung dilehernya. Aku terpaku memandanginya. Mereka berkata : “Wahai Syaikh, Anda telah mematahkan hati wanita yatim ini dengan pandangan mu kepada kalung itu. Mengapa Anda memandang nya seperti itu?” Akupun menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah kutemukan dulu (di Mekkah) kepada mereka. Mereka kaget (terperanjat), sembari mengucapkan takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau. Aku bertanya : “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab : “Wahai Syaikh, yang memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini. Ia pernah mengatakan : “Aku belum pernah menemukan seorang Muslim sejati didunia ini, selain orang yang telah mengembalikan kalung (mutiara ini) ini kepada ku.” Lalu ia berdoa : “Ya Allah, kumpulkanlah ia dengan ku, sehingga aku dapat menikahkan nya dengan puteriku.” Dan sekarang hal itu telah terwujud.

[Syaikh menutup kisah nya] beliau berkata :

Aku tinggal di pulau itu, dan aku dikaruniai dua orang anak. Setelah isteri ku wafat, aku mewarisi kalung tersebut bersama kedua anak ku. Lalu, kedua anak ku pun wafat, sehingga kalung itu menjadi milik ku. Aku menjual nya seharga 100.000 Dinar. Harta yang kalian lihat bersama ku ini adalah sisa-sisa dari harta tersebut.”


[ S E L E S A I]


Faidah pertama : Karena keikhlasan dan ketakwaan beliau, Allah Subhanahu wa ta’ala mudahkan rezki beliau, melapang urusan beliau dari arah yang beliau sendiri tidak duga.

Benarlah apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan didalam firman-Nya :
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [Q.S Ath-Thalaaq ayat 2-3]

Faidah Kedua : Syaikh Abu Ishaq hafizhullah berkata : “Lihatlah, akhirnya kalung nya jadi miliknya, yakni ketika dia meninggalkan nya, ketika dia meninggalkan nya sebagai bentuk keberagamaan. Muhammad bin Abdul Baqi mendapatkan nya sendiri, bisa saja dia dilaut namun apakah dia mati. Apakah ketika kapal itu pecah dia mati, Tidak, dia tidak mati, siapa yang menggerakkan mereka. yang menggerakan mereka adalah keberagamaan, yang menggerakan mereka adalah kecintaan dalam mengumpulkan perkataan Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam (yakni hadits Nabi). Baiklah, mereka para salaf (pendahulu kita) yang agung yang mengumpulkan untuk kita seluruh hadits – hadits yang dituliskan nya dikitab – kitab.” [Ucapan Syaikh Abu Ishaq ini dinukil dari ceramah beliau yang dikumpulkan oleh marjan]

Faidah ketiga : Semangat Ulama Salaf (terdahulu) didalam mencari hadits – hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, yang sekarang kita bisa merasakan kerja keras mereka didalam kitab – kitab hadits yang mereka tulis. Alangkah malas nya pemuda islam pada hari ini untuk mempelajari hadits, membeli kitab hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, apakah mereka tidak malu terhadap ulama – ulama terdahulu…? Maka pantas kita katakana kepada mereka : “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun”


Seorang Ulama rahimahullah berkata :
“Apabila engkau melihat seorang pemuda, tidak membawa tempat tinta atau duduk dimajelis para Ulama. Maka bertakbirlah tiga kali lalu katakana : Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.”

Faidah keempat : Kesabaran akan membawa seseorang kepada lebih baik, dan mendatang pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Firman-Nya :
" Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." [Q.S Al-Baqarah ayat 153]

Faidah kelima : Fiqih Barang Temuan

1. Pengertian Barang Temuan

Barang Temuan didalam bahasa arab disebut Luqathah. Luqathah adalah setiap barang yang dijaga, yang hampir sia-sia dan tidak diketahui siapa pemiliknya. Adapun untuk barang temuan berupa hewan disebut “Dhallah”

2. Kewajiban Orang yang Menemukan Barang Temuan

Orang yang menemukan barang, wajib mengenal ciri – ciri nya, dan jumlahnya kemudian mempersaksikan kepada orang yang adil, lalu dia menjaga dan mengumumkan kepada masyarakat selama setahun. Jika pemiliknya mengumumkan dimedia masa atau yang sejenisnya. Maka pihak yang menemukan barang itu harus mengembalikan nya, meskipun sudah lewat satu tahun. Jika tidak, maka boleh dimanfaatkan oleh penemu. Hal ini berdasarkan hadits dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu.

Maka dari itu Syaikh, meminta orang tersebut menyebutkan ciri – ciri kantong tersebut. Dan beliaupun mengembalikan mutiara tersebut kepada pemiliknya.

3. Hukum Barang Temuan Berupa Makanan dan Barang yang Sepele

Apabila seseorang mendapatkan makanan di tengah jalan, maka boleh dimakan, dan barangsiapa yang menemukan sesuatu yang sepele yang tidak berkaitan erat dengan jiwa orang lain, maka boleh dipungut dan halal dimilikinya :

Dari Anas radhiyallahu’anhu, ia berkata : “Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pernah melewati sebiji tamar (jenis kurma) di tengah jalan, lalu beliau bersabda : “Kalaulah sekiranya aku tidak khawatir sebiji tamar itu termasuk tamar shadaqah, niscaya aku memakan nya.” [Hadits ini Shahih : Diriwayatkan Bukhari dan Muslim]

Maka dari itu, Syaikh mengambil kantong tersebut dengan harapan ada makanan didalam nya, ternyata mutiara (lu’lu). Lalu beliau mengamankan nya.

4. Hukum Barang Temuan Dikawasan Tanah Haram

Adapun barang temuan didaerah tanah haram, maka tidak boleh dipunggutnya kecuali dengan maksud hendak di umumkan kepada khalayak ramai sehingga diketahui siapa pemiliknya. Dan tidak boleh milikinya, meskipun sudah melewati satu tahun lama nya mengumumkan nya, tidak seperti barang temuan didaerah lain nya.


Kisah ini diringkas dari kitab Shafahat min Shabril Ulama (Edisi terjemahan nya : Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama), karya Syaikh Abul Fattah. Sedangkan fiqih Barang temuan diringkas dari kitab Al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz, karya Syaikh Abdul Azhim al-Khalafi. Silahkan merujuk kepada nya untuk mengetahui dalil – dalil dari fiqih yang kami sebutkan.


Selesai ditulis setelah shalat isya’ pada hari Senin 14 Safar 1432 H / 18 Januari 2011 M

Desa Merlung – Propinsi Jambi

Prima Ibnu Firdaus Ar-Arani

Semoga Allah mengampuni kami, kedua orangtua kami, keluarga kami dan kaum muslimin seluruhnya.

1 komentar:

  1. Saya membaca kisah ini dalam kitab syaikh Muhammad Awwammah. Yang kemudian saya terbitkan dg kisah hikmah lainnya.

    BalasHapus