Sabtu, 07 Mei 2011

Kisah Abu Abdillah Al-Qalanisi dan Seekor Gajah



Abu Abdillah Al-Qalanisi rahimahullah dan seekor gajah


Abu Abdillah al-Qaslanisi rahimahullah dalam sebuah perjalanan nya dengan mengendarai perahu, bersama beberapa orang teman nya yang lain. Tiba-tiba angin kencang menggoncangkan perahu yang ditumpanginya. Seluruh penumpang berdoa dengan khusyu’ demi keselamatan mereka dan mereka mengucapkan sebuah nadzar.


Para penumpang berkata kepada Abu Abdillah al-Qaslanisi : “Masing-masing kami telah berjanji kepada Allah dan bernadzar agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan kami. Maka hendaklah kamu juga bernadzar dan bersumpah kepada Allah.” Ujar teman-teman nya.


Maka Abu Abdillah menjawab : ”Aku ini orang yang tidak peduli dengan dunia, aku tidak perlu bernadzar.”



Abu Abdillah selanjutnya bercerita : ”Tetapi mereka memaksaku. Lalu aku bersumpah :”Demi Allah, sekiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan ku dari musibah yang menimpaku maka aku tidak akan makan daging gajah.”


Mendengar sumpah itu maka teman – teman Abu Abdillah al-Qalanisi berkata : ”Apakah boleh bernadzar seperti itu? Apakah ada orang yang mau makan daging gajah?”


Saya (Prima Ibnu Firdaus) berkata : ”Perhatikan sumpah Abu Abdillah ini, terdengar sangat aneh dan lucu. Maka dari itu teman-teman nya mencela nya. Akan tetapi perhatikan kisah selanjutnya. Yang akan membuat kita tersenyum insya’Allah.”


Abu Abdillah berkata : ”Itulah pilihanku, semoga Allah memberi ganjaran atas lisan ku yang mengucapkan kata-kata itu.”


Benar, tidak lama kemudian kapal itu pecah. Para penumpangnya terdampar disebuah pantai. Berhari-hari kami berada dipatai tersebut tanpa makan sesuatu pun. Tutur Abu Abdillah.


Kemudian Abu Abdillah melanjutkan ceritanya : ”Ketika kami sedang duduk – duduk beristirahat, ada anak Gajah lewat didepan kami. Mereka menangkap anak gajah tersebut, kemudian menyembelih (anak gajah tersebut) dan memakan nya. Mereka menawariku makan (anak gajah) seperti mereka. Aku menjawab : ”Aku telah bernadzar dan bersumpah kepada Allah untuk tidak makan daging gajah.”


Mereka mengajukan alasan, bahwa aku dalam keadaan terpaksa (darurat), sehingga dibolehkan untuk membatalkan (nadzar dan sumpah itu). Aku menolak alasan mereka, aku tetap memenuhi sumpahku. (Untuk tidak memakan gajah). Setelah makan, mereka merasa kenyang lalu mereka tidur.


Pada saat mereka tidur, induk gajah datang mencari anak nya, ia berjalan mengikuti jejak anaknya sambil mengendus-endus. Hingga akhirnya ia menemukan potongan tulang anak nya.


Induk gajah itu pun sampai ditempat istirahat kami, aku memperhatikan nya. Satu orang demi satu orang dia cium, setiap kali dia (induk gajah) itu mencium bau daging anaknya pada orang itu, maka orang itu di injak dengan kaki atau tangan nya sampai mati. Kini mereka semua telah mati.


Tiba saatnya induk gajah itu mendekatiku, dia menciumku akan tetapi dia tidak mendapatkan bau daging anaknya pada diriku. Lalu dia menggerakkan tubuh bagian belakang nya, ia memberi isyarat, kemudian mengangkat ekor dan kakinya.


Dari gerakan tubuh gajah itu aku mengerti bahwa dia menghendaki agar aku menungganginya. Lalu aku naik, duduk atasnya. Ia memberi isyarat agar aku duduk dengan tenang diatas punggung nya yang empuk. Ia membawaku berlari kencang sehingga malam itu juga aku tiba disebuah perkebunan yang banyak pepohonan nya. Ia memberi isyarat agar aku turun dengan bantuan kakinya. Maka akupun turun. Kemudian dia berlari lebih kencang daripada saat ia membawaku tadi.


Dipagi hati, aku menyaksikan disekelilingku hamparan sawah, perkebunan, dan sekelompok orang. Orang-orang tersebut membawa ku ke rumah kepala suku. Juru bicara suku itu memintaku berbicara. Kemudian aku ceritakan tentang diriku dan kejadian yang dialami sekelompok orang dan rombongan dalam perahu tadi.


Juru bicara itu bertanya kepada ku : ”Tahukah kamu berapa jauh jarak perjalanan mu dengan seekor gajah itu?” Aku menjawab : ”Aku tidak tahu” Ia menjawab : ”(Perjalanan mu) sejauh perjalanan selama 8 hari. Sementara gajah itu membawa mu lari hanya dalam satu malam.”


Selanjutnya aku diperkenankan tinggal bersama mereka didesa tersebut sehingga aku mendapatkan pekerjaan. Setelah itu aku pulang ke kampung ku.” Kata Abu Abdillah al-Qalanisi menutup ceritanya.


Sumber kisah :

Lihat kisah ini dari kitab Al-Hilyah (10/160). Kami menukil kisah ini dari kitab Mi’ah Qishshah Min Qishashish Shalihin, karya Muhammad bin Hamid Abdul Wahhab. Sudah diterjemahkan dengan judul 99 Kisah Orang Shaleh. Pustaka Darul Haq.


Penutup :

Demikianlah kisah yang unik, dan menakjubkan ini. Karena kejujuran nya kepada Allah, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan nya dari mara bahaya yang berada dihadapan mata nya.


Mungkin ada yang bertanya : ”Apa hukum memakan daging Gajah......!” Saya telah menulis hukum ini didalam blog kami dalam artikel yang berjudul ”Bolehkah Makan Daging Gajah.” saya menukil artikel ini dari kitab kecil yang berjudul ”Kamus Halal dan Haram” karya Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid.


Semoga bermanfaat. Kami tutup dengan Alhamdulillah. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga beliau, sahabat beliau dan orang yang mengikuti beliau dengan baik sampai akhir zaman.



Ditulis : 2/3 malam hari selasa, 23 Jumadil Awwal 1432 H / 26 April 2011-04-27

Hamba yang fakir terhadap ampunan Rabb nya.



Prima Ibnu Firdaus Ar-Arani



”Semoga Allah mengampuni penulis, kedua orangtuanya, keluarganya, yang membaca artikel dan menyebarkan nya dan kaum muslimin yang wafat diatas agama islam ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar